Sang Pengembara

Sang Pengembara
Hilfa Syafputra

Jumat, 20 Agustus 2010

Giring Giring Perak : Episode2 - Datuk Sipasan

Dewasa itu, hanya orang-orang. yang cari penyakit saja yang mau melewati bukit Tambun Tulang yang terletak di kaki gunung Tandikat itu.

Selama puluhan tahun. Bukit kecil itu menjadi "kerajaan" tak resmi dari suatu kelompok penyamun. Jumlah mereka tak ada yang mengetahui dengan pasti. Ada yang mengatakan hanya enam atau tujuh orang. Tapi kali ini, di saat penghadang-an rombongan, ternyata jumlah mereka lebih dari empat puluh orang. Suatu kekuatan penyamun yang luar biasa. Apalagi semua mereka ahli dalam persilatan.

Dua lelaki yang datang menghadang Datuk Sipasan menerjang sekaligus. Datuk ini nampaknya tak mau buang-buang waktu. Serangan yang datang dari kiri dia elakkan, kakinya bergerak, dan orang itu terjengkang ke belakang. Yang menikam dengan keris dari kanan tiba-tiba dia sambut tangannya. Orang itu kaget, sebab serangannya yang cepat itu bisa disambut oleh Datuk ini. Dia berniat menyentakkan tangannya yang terpegang itu, namun tiba-tiba terdengar pekiknya meraung. Saat berikutnya tubuh penyamun ini melosoh. Mukanya hitam. Dan warna merah ini menjalar ke lengannya. Dia mati sebelum tubuhnya mencecah tanah.

Inilah ilmu "Biso Sipasan " yang menyebabkan Datuk ini dikenal dengan gelar Datuk Sipasan. Ilmu silatnya tinggi dan senjata ampuhnya terletak pada dua kuku tunjuk dan empu jarinya. Dua kukunya ini tidak berwarna hitam seperti jamaknya kuku pesilat-pesilat yang mengandung racun.Tapi kukunya tetap berwarna biasa. Kalau pesilat-pesilat biasa menggelek atau menangkis serangan dengan menepiskan tangan lawan, maka keistimewaan Datuk ini adalah menangkap pergelangan tangan orang yang menyerangnya. Tangkapannya tak pernah bisa dilepaskan. Dan begitu tangan lawan tertangkap dia mencekal pergelangan orang tersebut. Kuku ibu jari dan tunjuknya mene-kan. Dan bisa yang amat ampuh, yang memang di isi dengan bisa seribu sipasan (lipan) segera menyudahi nyawa lawannya.

Dan ilmu ilulah sebentar tadi yang telah menyudahi nyawa seorang penyamun yang menyerangnya. Penyamun yang seorang lagi, yang terjengkang kena tendangan, segera bangkit. Dia mengambil kelewang di pinggang. Kemudian menebaskan ke leher Datuk itu. Datuk ini tidak membuang langkah, dia hanti kelewang itu Jiingga dekat sekali. Kemudian tiba-tiba dia menunduk. Kelewang lewat serambut di atas kepalanya. Saat berikutnya telunjuk kanannya yang ditegangkan meluncur ke dada penyamun tersebut.Penyamun itu tertegak kaku. Matanya mendelik.

Mulutnya ternganga. Dari mulut yang ternganga itu, keluar suara seperti kerbau disembelih. Dan tiba-tiba dari dadanya, persis di arah jantung merembes darah keluar. Dadanya berlobang sebesar jari Datuk Sipasan. Dan sebelum tubuhnya tumbang, penyamun itu sudah mati!Sementara itu pertarungan di barisan belakang berlangsung dengan cepat. Dari pihak Datuk Sipasan sudah jatuh korban empat orang meninggal. Para penyamun lalu mendobrak pintu Pedati dengan kaki. Dan suara pekik perempauan segera terdengar.Pekik perempuan itu menyadarkan Datuk Sipasan, bahwa bahaya tengah mengancam rom-bongannya.

Dia bergerak ke belakang. Tapi gerakannya terhenti ketika tiba-tiba lelaki yang tadi tegak di batu dan menghadang jalannya melompat. Kini kedua lelaki itu berhadapan."Hmmm, jari berbisamu lumayan juga sanak. Dua kawanku kau kirim ke akhirat. Tapi jangan harap kau bisa lolos dari tanganku."Datuk Sipasan menatap lelaki ini. Dia tegak dengan tenang. Betapapun kini pertarungan harus dia lanjutkan. Menang atau mati.

Datuk Sipasan, siapa yang tak mengenalnya di Pariaman?. Guru Silat yang disegani oleh lawan dan kawan. Orangnya pendiam, berwibawa dan baik hati tapi punya ilmu yang tinggi. Puluhan tahun dia hidup di kawasan Pariaman, belum ada bertemu lawan yang tangguh. Itulah sebabnya kenapa lebih dari dua puluh keluarga mau ikut bersamanya melintasi Bukit Tambun Tulang untuk pindah ke Luhak Tanah Datar.

Bukit Tambun Tulang! Siapa yang tak kenal akan nama itu?.Mendengar namanya saja, sudah membikin tegak bulu tengkuk, Dan membikin orang awam terpancar kejambannya. Nama Bukit Tambun Tulang bukan hanya sekedar diseram-seramkan. Tapi memang suatu tempat pembantaian yang tak ada duanya di tanah Minangkabau.Demikian banyaknya manusia terbunuh di Hutan yang menumbuhi Bukit itu. Hingga kalau orang menggali lobang, di setiap tempat di seluruh Bukit itu, pasti akan bertemu tulang belulang manusia. Begitu dari dulu, bahkan sampai kini. Maka bernamalah dia Bukit Tambun Tulang.
Yaitu suatu nama berasal dari Bukit yang ditimbun tulang belulang!.

Dan kini. Datuk Sipasan yang belum pernah bertemu dengan lawan tangguh itu berhadapan muka dengan pimpinan penyamun yang membuat bukit itu ditimbuni tulang belulang manusia Bukan hanya manusia biasa, tapi juga tulang belu-lang kaum pesilat!Dua hal akan diuji dalam peraturangan ini. Pertama, apakah Datuk itu memang seorang pesilat tangguh yang jarang tandingannya, atau kedua: Apakah Penyamun di Bukit itu memang penyamun yang tak terkalangkah! Jika hal pertama benar, maka itu berarti hari ini tamatlah riwayat penyamun di Bukit tersebut. Tapi jika hal kedua yang benar, maka itu berarti nyawa Datuk Sipasan dan rombongannyalah yang berakhir!.

Datuk Sipasan yang selama ini belum pernah membuka serangan, kini tak mau anggap enteng. Dia tahu, lawannya sudah tersohor. Siapa tak pernah mendengar nama Harimau Tambun'Tulang? Nama itu adalah nama pimpinan Penyamun di Bukit ini. Dan dia yakin orang yang bernama Harimau Tambun tulang itu pastilah orang yang dihadapinya. Karenanya, dia segera memulai serangan.

Tangannya bergerak mencakar muka penyamun tersebut. Selling dengan itu kakinya bergerak menghantam dada.Lelaki yang diserangnya tak bergerak sedikitpun. Cakaran tangannya dielakkan lelaki itu dengan memiringkan kepala. Tendangannya tidak dielakkan. Melainkan disambut oleh lelaki itudengan tahgan kanan.

Datuk Sipasan membiarkan kakinya tertangkap. Namun begitu -kakinya terpegang dengan kecepatan kilat dia menyusulkan kaki kirinya naik! Bukan main berbahayanya serangan ini. Beberapa orang musuhnya pernah terjebak oleh serangan serupa ini. Dan akibatnya lawannya senantiasa muntah darah.

Tapi Datuk itu memang tengah menghadapi lawan yang tak main-main. Begitu kakinya ter-angkat, lelaki itu justru menyentakkannya kuat-kuat. Serangan begini benar-benar di luar dugaan Datuk Sipasan. Kaki kirinya yang sudah terangkat membuat tubuhnya tak menjejak tanah sedikitpun. Dan begitu kakinya disentakkan, kontan tubuhnya melayang kebelakang.

Namun begitu tubuhnya melewati tubuh lelaki itu, dalam rasa terkejutnya Datuk tersebut masih mengirimkan sebuah serangan berupa tusukan dengan telunjuknya yang berbisa ke arah lambung lawan!Namun kembali dia dibuat tak berkutik, ketika lelaki itu mengangkat lututnya. Dan tubuhnya yang sedang melayang itu didongkrak ke atas dengan kuat oleh lutut lelaki itu. Tak ampun lagi, terdengan keluhan kesakitan. Dan tubuh Datuk Sipasan tercampak ke samping empat depa!

Datuk itu mencoba bangkit segera. Namun dia merasa rusuknya ngilu. Dia yakin, ada rusuk-nya yang patah. Nafasnya jadi sesak. Dan dia muntah darah! Namun Datuk ini tak mau menyerah. Dia tahu, keselamatan rombongannya berada di tangannya. Dia lebih rela mati duluan, daripada harus melihat rombongannya dihancurkan satu demi satu.Dia bangkit dengan susah payah. Menghunus keris, kemudian dengan simpanan terakhir, yaitu sebuah jurus silat Siterlak dia lancarkan. Namun lelaki lawannya memang bukan orang sembarangan. Nama penyamun Bukit Tambun Tulang memang bukan nama kosong.

Begitu dia menyerang dengan langkan tiga, menyamping ke kiri, lalu tiba-tiba rnenghantam dengan kaki kanan. Dan tiba-tiba pula menusukkan keris, lawannya hanya menatap dengan diam. Begitu tendangan dan keris tiba, dia mengkat kaki. Sekali kakinya bergerak, tendangan dan Keris Datuk itu bisa dia elakkan malah kerisnya jadi terpental jauh. Dan tangan Datuk itu berderak patah. Saat itu empat orang lagi rombongannya mati disembelih penyamun tersebut.

Seorang penyamun tinggi kurus, setelah menyudahkan nyawa seorang lelaki, berjalan ke pedati yang tak berpenjaga itu. Tangannya rnenghantam pintu pedati. Di dalam ruangan yang sempit itu gelap. Dia mengintip ke dalam, Tiba-tiba dia terpekik dan menghambur ke luar. Tangan kanannya mendekap pipi. Dan dari pipinya meng-alir darah segar.Kiranya ketika dia menjulurkan kepala ke dalam pedati itu, seorang perempuan yang dibekali sebuah keris menyerangnya.

"Perempuan jahannam!. Kuberi kau ganjaran yang setimpal atas perbuatanmu ini...." lelaki itu mendesis.

Dia lalu mengambil sepotong kayu sebesar lengan dan panjangnya sedepa. Kayu itu dia kibaskan ke dalam. Dia hayun ke kiri dan ke kanan dalam ruangan peHati yang kecil dan gelap itu. Terdengar pekik perempuan. Dan saat berikutnya lelaki itu melompat masuk.Begitu dia masuk, seorang gadis yang baru berusia sekitar enam belas tahun melompat keluar.Bagitu keluar, gadis tanggung ini melihat bangkai ayahnya terkapar berlumur darah dekat roda pedati. Dengan pekik dan lolong panjang dia memeluk ayahnya. Lelaki yang telah melompat masuk itu menghambur lagi keluar.

Dan dia melihat seorang gadis tengah me-nangisi ayahnya yang baru saja dia bunuh. Gadis itu jolong mekar. Rambutnya ik'al, tubuhnya kuning dan berisi. Pinggulnya besar. Itu keli-hatan jelas karena gadis itu bersimpuh dekat mayat ayahnya.Dan ketika gadis itu menoleh padanya penya-mun itu segera melihat wajah si gadis yang cantik. Dadanya baru mekar.Namun kini dada gadis itu mengombak deras menahan tangis dan berang.

Penyamun jahannam! Busuk! Kubunuh kau" katanya sambil menghambur tegak dengan tangan memegang keris ayahnya yang telah mati.Dibahagian lain, seorang penyamun yang telah membunuh dua lelaki di dekat pedatinya merang-kak pula masuk pedati. Di dalam terdengar pekik perempuan. Seorang perempuan berusaha .lari keluar. Namun kainnya dipegang lelaki Tersebut. Kainnya lepas. Perempuan itu kini hanya dibalut baju kurung saja. Tubuhnya yang sintal dan hitam manis kelihatan jelas. Lelaki itu tak mau berhenti hingga di sana. Dia menyambar rambut si perempuan. Dan sekali renggut, perempuan itu terlempar lagi ke belakang. Jatuh tertelentang di dalam pedati.

Begitu dia jatuh, begitu tangan penyamun itu tiba di bajunya. Sekali renggut baju kurung itu robek. Perempuan muda itu coba melawan. Namun apalah artinya tenaga perempuannya dibanding penyamun Bukit Tambun Tulang itu. Tubuh lelaki itu segera berada di atas tubuhnya yang tak bertutup. Tangan lelaki itu menjalar. Meremas dan menjalar. Menjalar dan meremas. Ke atas dan ke bawah. Ke bawah meremas. Ke atas meremas.Perempuan itu meronta. Menggeliat. Meronta menggeliat. Menggeliat dan meronta. Namun lelaki itu tak mengacuhkannya. Mulutnya menjalar ke mana-mana. Kemana-mana. Dan peremuan itu makin menggeliat.

Bersambung

Tidak ada komentar: