Sang Pengembara

Sang Pengembara
Hilfa Syafputra

Jumat, 20 Agustus 2010

Giring Giring Perak : Episode 12 - Ketidakberdayaan Dua Perempuan

Lelaki bersungut lebat itu sudah melihat makan kaki perempuan ini. Karena itu dia tak berani main-main, apalagi untuk menyambut terkaman kaki perempuan itu. Dia berjalan memutar. Lelaki bersungut lebat itu sudah melihat makan kaki perempuan ini, Karena itu dia tak berani main-main, apalagi untuk menyambut terkaman kaki perempuan itu. Dia berjalan lagi memutar. Yang berada di depan Siti Nilam tiba-tiba menyerahg sambil bergulingan ke bawah, Siti Nilam masih tetap tegak, Tiba-tiba lelaki itu mencengkam kain Nilam dan tanpa diduga dia merenggutkannya. Serangan jahat dan kotor begini tak pernah diperhitungkan Siti Nilam. Dia semula menyangka lelaki itu setelah bergulingan akan menyerang dengan tendangan dari bawah ke atas seperti jamaknya serangan berguling begitu. Dan dia sengaja menanti serangan itu hingga dekat, dan di saat lelaki itu menendang nantinya, dia akan menghantamnya dengan perian yang masih dia pangku. Tapi ternyata lelaki itu merenggutkan kainnya. Dia berusaha menghantam lelaki itu dengan perian. Tapi silelaki telah bergerak bergulingan menjauh. Dan tak ampun, kainnya terenggut hingga lepas!! Siti Nilam terpekik. Periannya dia campakkan dalam keadaan panik begitu. Tangannya memegang ujung baju kurungnya. Dan untung saja dia memakai baju kurung. Hingga tubuhnya hingga pertengahan paha tertutup oleh baju kurungnya. Namun kaki di atas lutut Siti yang putih itu, sudah cukup untuk menambah panasnya darah keempat lelaki itu. Mereka tertawa bergumam sambil menjilat bibir.
Lelaki tadi kini menerpa lagi ke arah Siti Nilam. Kawannya ikut membantu. Siti Nilam yang mengelakkan serangan dari depan, tahu-tahu kena dibekuk lehernya dari belakang. Siti Nilam terkunci dan tubuhnya terteteng ke belakang. Karena tubuhnya terteteng itu, baju kurung yang dia pakai bahagian depannya ikut terteteng naik. Dan lelaki yang di depannya terbelalak melihat pangkal paha gadis itu. Dia menerpa dan memagut paha gadis tersebut dan berusaha menciumnya. Namun dia salah duga karena terlalu menurutkan nafsu badaknya. Begitu dia menerpa, begitu tumit Nilam terangkat. Jidat lelaki itu diterpa oleh tumitnya yang dia hantamkan sekuat tenaga. Lelaki itu terhenti sejenak, kemudian terjengkang ke belakang. Dia tak bergerak. "Hei, Suman, tegak cepat. Gadis ini seperti belut. Ayo jangan lelap saja waang setelah mencium pahanya...!!" Temannya yang masih mengatuk leher Nilam dari belakang berseru, Namun suaranya tertahan ketika isteri Datuk Sipasan yang berada di belakangnya tiba-tiba mengirimkan sebuah pukulan dengan sisi tangan ke tengkuk lelaki ini. .Lelaki itu kontan melosoh turun setelah terdengar suara berderak di lehernya! Kedua mereka, yang kena tendang jidatnya oleh tumit Nilam, dan yang kena tetak lehernya oleh isteri Datuk Sipasan mati saat itu juga. Namun karena serangan ini, kedua perempuan itu menjadi lengah. Masih ada dua lelaki lain masih bergerak berputar di sekeliling mereka. Dan begitu kedua perempuan ini lengah, keduanya serentak menerpa dengan gerakan cepat. Nampaknya kelengahan kedua perempuan ini sudah diperhitungkan benar oleh kedua lelaki yang kepandaiannya tak bisa dianggap rendah itu. Mereka bergerak tidak dengan melancarkan serangan. Tetapi mengirimkan totokan. Yaitu sejenis pukulan dengan jari ke arah urat saraf yang membuat lawan melosoh, melorot Siti Nilam kena totok di bahagian punggung-nya. Dan gadis ini jadi tertegak kaku. Sementara isteri Datuk Sipasan kena totok di belakang telinganya. Ini membuat perempuan itu lemah. Anak dalam pangkuannya jatuh ke tanah dan menangis.
Kedua lelaki itu tak membuang kesempatan. Kepergian Datuk Sipasan nampaknya telah mereka perhitungkan. Mereka intai benar, ketika Datuk itu pergi, mereka datang. Kini dengan gerakan cepat, kedua mereka memangku tubuh kedua perempuan itu naik ke rumah Datuk Sipasan. Meninggalkan anak kecil berumur enam bulan itu menangis kuat dan ditunggui oleh kakaknya yang berusia dua tahun. Kedua lelaki itu tidak membawa isteri Datuk Sipasan dan Siti Nilam ke bilik. Tidak. Itu tak sempat mereka lakukan. Terlalu banyak buang waktu. Mengapa harus kebilik, kalau di ruang tengah saja hal itu bisa dilakukan. Malah bukankah akan lebih nikmat lagi dilakukan bersama? Dengan pikiran begini, kedua perempuan yang sudah tertotok uratnya itu yang tak sempat dan tak dapat melawan sedikitpun karena lumpuh, mereka baringkan di lantai yang terbuat dari tadir.
Dan mereka juga tak mau menunggu lama-lama. Segera saja kain dan baju kedua perempuan itu mereka renggutkan dengan kasar. Lalu tangan mereka mulai bertugas.

Tidak ada komentar: