Sang Pengembara

Sang Pengembara
Hilfa Syafputra

Jumat, 20 Agustus 2010

Giring Giring Perak : Episode 10 - Menguak tirai masa lalu

Pagi itu setelah mereka sholat su-buh berjamaah, anak muda ber-baju serba putih itu kembalime-ngobati yang luka-luka.Mengganti obat-obat dari daun dan akar kayu yang dia pasang malam tadi.Perempuan-perempuan bertanak mengeluarkan dendeng dan palai yang mereka bawa dari Pariaman.

'Kenapa Datuk meninggalkan Pariaman?" Anak muda itu bertanya pada Datuk Sipasan tatkala dia mengganti balut luka di rusuk Datuk itu"Belanda menyerang negeri itu sejak enam bulan yang lalu. Mereka berhasil menduduki utara pantai. Setiap hari mereka menyerang perkampungan..."'Lalu Datuk meninggalkan kampung itu?"Ya Saya harus menyelamatkan sebahagian penduduk untuk tak jatuh menjadi tawanan dan budak. Banyak lelaki yang telah tertangkap, lalu dibawa dengan kapal dalam keadaan dirantai. Kabarnya mereka dijadikan budak belian di darat-an Eropah. Yang perempuan dijadikan penghuni harem...""Kenapa tak menyusun kekuatan untuk melawan?""Sudah kami coba. Tapi kekuatan kami amat terbatas. Apalagi diantara penghulu suku ada yang berkhianat. Lebih memerlukan uang dan pangkat daripada harga din.""Kini apa rencana Datuk?" "Mengungsikan kaum wanita ke tempat arnan. Lalu coba menghubungi kaum Paderi di Luhak Agam. Kami akan coba minta bantuan mereka melawan Belanda,""Ya, saya pernah mendengar nama Kaum Paderi disebut-sebut...""Mereka adalah golongan Islam yang baru muncul. Dewasa ini pimpinannya adalah Tuanku Nan Renceh. Bermarkas di Kamang. Kami ingin menggabung dengan mereka..." Anak muda itu terdiam."Hei Giring-Giring Perak, maafkan, saya ingin bertanya lagi tentang dirimu. Boleh?" Anak muda itu mengangguk. "Saya sudah cukup lama mengenal daerah ini. Tapi seingat saya, tak seorangpun guru silat yang berdiam di Gunung Talang. Gunung itu terlalu angker dan angkuh. Malam tadi engkau bercerita bahwa engkau dan gurumu berdiam di sana. Begitu?"
Anak muda itu mengangguk lagi.
"Kalau saya boleh tahu, siapakah nama gurumu yg mulia itu?"
Anak muda itu tak menjawab
Matanya menatap ke air terjun. Lalu menghela nafas panjang.

Lalu berkata perlahan:
"Sulit untuk dipercaya, selama saya berguru padanya, hampir 20 tahun, saya tak pernah mengetahui nama ataupun gelarnya. Dia hanya datang ondok di mana saya belajar sekali seminggu.
Stiap hari Jum'at. Selain hari itu, saya tak pernah mengetahui ke mana dia..."
Datuk Sipasan ternganga heran. Ini benar-benar yang luar biasa. Seorang murid tak mengenal frma gurunya. Dan seorang guru mendidik muridnya sekali sepekan. Tapi betapapun juga, si guru tentulah pendekar yang amat sakti. Sebab muridnya saja sudah begini tangguh. Apalagi gurunya..

"Apakah engkau tak pernah menanyakan amanya?"
"Hal itu saya lakukan ketika saya dia suruh pencari ayah dan ibu. Namun orang tua itu hanyamenarik nafas panjang. Dan berkata: Tak ada artinya nama nak. Seperti engkau juga tak punya nama. Carilah ayah dan ibumu. Kalau kelak engkau akan menemuiku, aku selalu berada di sini... Itu-ucapannya." Datuk Sipasan dan beberapa orang pengungsi dari Pariaman yang mendengar cerita itu pada terdiam.

"Giring-Giring Perak itu berada di kakimu sejak engkau kecil?"
"Ya. Begitu menurut penuturan guru..."
"Boleh saya melihat?"
Anak muda itu membuka giring-giring perak di kakinya. Tali giring-giring itu jelas sudah ditambah agar tetap sesuai dengan kakinya. Yaitu kaki seorang lelaki yang makin hari makin beranjak dewasa.
Dia memberikannya pada Datuk Sipasan. Datuk ini membalik-balik giring-giring perak itu.
Coba mencari kalau-kalau ada tanda-tanda yang bisa dijadikan pegangan. Namun giring-giring itu ' tak memberi petunjuk apa-apa. Tapi Datuk itu in gat sesuatu.

"Giring-Giring perak..." Dia terhenti. Lalu menatap anak muda itu."Anak muda, tak semua kanak-kanak di negeri ini bisa memakai giring-giring perak. Giringgiring ini memang banyak orang menganggapnya sebagai obat buat anak-anak. Tapi fungsinya yang lebih utama adalah sebagai mainan. Dan biasanya ada dua golongan orang yang sering memberi kaki anak-nya bergiring-giring."Datuk itu berhenti. Anak muda itu kini jadi tegang. Dia terduduk kaku. Dia ingin mendengar penjelasan Datuk itu. Dia ingin mengungkapkan rahasia tentang dirinya yang sampai saat ini tetap merupakan tabir gelap."Kedua golongan itu adalah: Kaum Bangsawan, itau orang-orang kaya" Datuk itu berhenti lagi. lenanti reaksi anak muda yang duduk di depan-lya. Tapi anak muda itu masih menatap dan me-santi ucapannya selanjutnya. icapannya selanjutnya."Apakah engkau telah mendatangi Luhak tanah Datar dan Luhak Agam?"Anak muda itu menggeleng. "Barangkali dapat kau coba di sana. Di kedua Luhak ini berdiam dan berasal kaum Bangsawan Minangkabau. Dan di kedua Luhak ini pula kaum hartawan dan orang-orang kaya bertempat tinggal. Mana tahu, di kedua luhak ini engkau dapat mengetahui siapa orang tuamu..."Datuk itu berhenti. Si Giring-Giring Perak tetap diam. Lelaki-lelaki yang mengungsi dari Pariaman menatap padanya dengan perasaan iba.
Dia menatap ke air terjun. Air terjun itu keliha-indah dalam udara subuh. Berkubut tipis.
Suara indah dalam udara subuh. Berkabut tipis. Suara murai dan kicau burung pagi bersahutan dengan au air yang terjun melewati batu-batu gunung. lelingkar dan berbuih di kolan alam yang terjadi tbawahnya.
Lalu dia berkata perlahan: "Terimasih Datuk. Yang datuk katakan tadi terlintas dalam fikiran saya selama ini. Kini bisa memusatkan pencarian saya di kalangan Bangsawan atau orang-orang kaya. Meski tak begitu penting bagi saya. Yang ingin saya temui adalah ayah dan ibu saya. Atau barangkali kakak dan adik-adik. Saya tak porduli bagaimana-pun keadaan mereka.Saya tak perduli apakah mereka kaya, miskin, buta, pincng atau tak bertangan. Yang saya inginkan adalah adanya mereka".

"Saya dan teman-teman yang datang dari Pariaman ini barangkali juga ti\iak akan menetap di suatu tempat. Mungkin kami akan berpencar guna mencari kekuatan untuk kembali menyerang Belanda di Pariaman. Kami akan mendatangi banyak tempat dan kampung. Kami berjanji akan menolong menayakan dan menyiasati tentang keluargamu. Kami janjikan itu demi persahabatan dan persaudaran kita. Demi budimu yang telah menolong kami dari maut..."Si Giring-Giring Perak menatap pada Datuk ini tenang-tenang.
"Terimakasih Datuk. Terimakasih..."

Tidak ada komentar: