Sang Pengembara

Sang Pengembara
Hilfa Syafputra

Jumat, 20 Agustus 2010

Giring Giring Perak : Episode 18 - Maling Budiman

Si Giring-Giring Perak merasa cukup mendapat informasi: Dia membasuh tangan. Tegak, kemudian melangkah menemui orang yang punya lepau.
"Hei, ketan waang belum liabis. Kemana waang buyung?" Si pendek teman sitinggi bertanya, "Saya mau tidur..."
"Ya. Lebih baik waang cepat tidur. Hari sudah larut. Nanti waang masuk angin, Besok waang seko-lah bukan?. He...he..Jie" Sitinggi berkata sambil menyumpalkan sekepal ketan dan empat buah isi durian ke mulutnya. Dan terdengar bunyi gemertak gemertak tatkala giginya mengunyah biji durian bersama ketan itu. Lelaki ini memakan durian ber-sama biji-bijinya
sekaligus.
Si Giring-Giring Perak memberikan sebuah mata uang terbuat dari perak. Kemudian dia berjalan.
"Hei, ini terlalu banyak anak muda..?." orang lepau berseru.
"Ambil saja. Dan semua yang makan dan minum di lepau ini malam saya bayarkan.... kata-nya sambil menoleh pada ketiga orang di mejanya tadi. Ketiga orang itu berhenti menyuap.

Mereka memandang pada anak muda itu.
"Hei buhung, waang membayarkan kami?" Anak muda itu mengangguk.
"Kaya waang ya? Apakah waang ulang tahun, makanya teragak membayarkan kami malam ini?"
"Tidak, duit itu kalian yang punya...." sehabis berkata begini, anak muda itu melangkah keluar. Menutupkan pintu dan berjalan ke dalam gelapnya malam.

Ketiga lelaki itu termangu. Saling pandang. Tiba-tiba sitinggi besar yang tadi duduk dekat anak muda itu merogoh puro di pinggangnya. Dia menyimpan uang rampokan di puro itu. Puronya masih ada. Dan -masih penuh. Dia ambil puro itu, kelihatan masih gembung.

"He....he....masih penuh. Anak muda itu bergarah. Dia pandai melawak...." kata Sitinggi. Tapi teman-temannya tak tertawa. Mereka melihat ada yang ganjil di puro itu. Sitinggi sadar akan tatapan teman-temannya.
Dia memperhatikan puronya baik-baik. Tiba-tiba dia membuka puro itu. Menunggangkannya kemeja. Dan dari dalam puro itu, berjatuhan biji-biji durian.

"Beruk! Anjing! Anjing beruk!! Anak itu anak anjing dan anak beruk sekaligus!! Dia cilok duit saya. Pancilok dia!!"

Berkata begini, lelaki tinggi besar itu melompat berdiri memburu anak muda itu ke pintu. Namun teman-temannya jadi tertawa tatkala lelaki itu ter-henti. Dan celananya melorot jatuh ke bawah. Di balik celana galembongnya itu lelaki tersebut tak memakai apa-apa. Tangannya segera bergerak menutup anu-nya. Muka lelaki ini jadi pucat karena berang.

Rupanya anak muda tadi benar-benar menger-jakan lelaki ini dengan sempurna. Puro tempat inenyimpan uang itu dia simpan di balik ikat pinggangnya, Dan ternyata ikat pinggang dari kulit itu diputus oleh si Giring-Giring perak tanpa dia ketahui. Lelaki itu menunduk memungut celananya. Karena dia menungging pantatnya menghadap pada keenam lelaki yang datang dari Lima Kaum. Kelima lelaki itu, yang tadi ikut tertawa tergelak, kecuali si ga'gap yang masih merasakan Jinu tulang belulangnya, tiba-tiba jadi terdiam melihat pantat yang tersonggeng tak bertutup itu. Mereka terdiam karena pantat lelaki itu bopeng dan berkudis. Dan kudis yang banyak itu jelas terlihat dalam cahaya lampu di kedai tersebut.
Dua orang yang sedang makan ketan durian merasa perut mereka mual. Dan mereka lalu muntah. Si tinggi besar memakai celananya. Dia menyumpah panjang pendek. Berjalan kepintu, menerjang pintu kedai itu hingga somprak. Lalu menghambur keluar. Dia berharap masih bisa melihat anak muda itu. Dia akan menyambak rambutnya. Akan dia hempaskan sampai patah patah ke dalarn kedai. Namun di luar dia hanya di sambut oleh terpaan angin dan gerimis.
"Kaleraaa......!! Awas waang kalera!! Kalau waang kutemui suatu saat kelak, saya lulur waang dengan seluruh bulu-bulu waang!!"

Lelaki itu berteriak dalam gelapnya malam.
Teriakannya yang mengguntur membuat kerbau pedati-pedati yang tertambat di luar kedai jadi menggado-gah terkejut. Lelaki itu melompat kaget mendengar suara kerbau pada melenguh itu. Tapi dia jadi malu sendiri ketika dia sadar bahwa suara lenguh itu adalah suara kerbau. Dia masuk lagi ke kedai, menyumpah panjang pendek. Lalu duduk di dekat teman-temannya yang masih tertawa.

"Tumbuang! Apa yang kalian gelakkan..,!!" Lelaki itu menyumpah dan membentak.
Temannya pada terdiam. Lelaki itu meraup ketan dan durian di piring kemudian sambil tetap -menyumpah-nyumpah, ketan dan durian itu dia sumbatkan ke mulutnya. Matanya terbualang-bulalang mene-lan makanan itu.

Dan ketika dia selesai makan, lelaki tinggi besar ini berjalan, ke tempat pemilik kedai. "Mana duit yang diberikan anak muda itu tadi..." bentaknya,

Pemilik kedai ini tak mau can penyakit. Dia memberikan duit itu. Lelaki besar tersebut berjalan mengitari meja, dan Klni dia berada di dekat pemilik kedai. Tangannya meraih lad, membukanya dan dari dalam dia mengeruk uang yang ada, kemudian memasukkan semua ke dalam uncangnya.

"Anak beruk itu mencilok duitku di dalam kedaimu ini. Karena itu kau wajib menggantinya.."

Dia berkata sambil mendorong kepala pemilik kedai tersebut. Si pemilik kedai sebenarnya juga seorang pesilat. Tapi dia yakin ketiga lelaki anak buah Pandeka Sangek ini bukan tandingannya. Karena itu dia hanya menunduk diam. Meski pun hasil pencahariannya dalam sepekan ini ludes sudah. Kemudian ketiga lelaki itu berjalan mening-gaJkan lepau tersebut. Si pemilik kedai membetul-kan pintu kedainya yang sudah copot kena terjang. Kemudian membetulkan meja.
"Orang bagak nampaknya ketiga orang tadi engku..." salah seorang lelaki bertanya, Lelaki tua pemilik kedai itu menatapnya. Si gagap yang tadi kena hajar dan seorang temannya Jagi, sudah duduk dan menelungkup kemeja menahan sakit.
"Dia tidak hanya bagak. Tapi juga berkuasa. Mereka anak buah Pandeka Sangek. Dan mereka tengah mengadakan pembalasan dan pengejaran terhadap beberapa pengungsi yang datang dari Pariaman. . . . .!!
"Kenapa permusuhan itu timbul?" "Orang-orang Pariarnan itu membunuh empat orang anak buah Pandeka Sangek beberapa hari yang lalu...."
"Hmm... nampaknya orang Pariaman itu juga orang bagak..."

"Mereka membunuh ada alasan, Isteri Pimpin-an pengungsi itu hampir diperkosa oleh anak buah Pandeka Sangek. Itu sebabnya dia dibunuh..." Lelaki pemilik kedai itu berhenti bicara, tatkala di balik gelas-gelas dia melihat bungkusan kecil. Dia mengambilnya, dan membuka bungkusan itu. Matanya terbelalak, di dalam bungkusan itu terdapat banyak sekali uang perak dan benggol. Tak pelak lagi duit itu pastilah dit sitinggi besar tadi. Anak muda berbaju putih dan bergiringgiring perak itu rupanya telah menyikat seluruh duit milik lelaki itu. Dan meletakkannya di dekat gelas ketika akan keluar. Anak muda itu rupanya sudah menduga, bahwa silelaki besar itu pasti akan menyikat duit pemilik kedai. Dan kini, pemilik kedai itu mendapat ganti puluhan kali lebih banyak dari duitnya yang disikat anak buah Pandeka Sangek tadi. Mukanya berobah jadi berseri-seri. "Anak muda luar biasa. Berhati budiman...." Katanya sambil menyimpan duit itu. Keenam lelaki dari Lima Kaum itu pada terheran-heran. "Siapa yang luar biasa dan budiman?" "Anak muda - bergiring-giring perak itu....." "Anak muda kerempeng tadi?" "Ya...." "Puih, saya lihat dia diam saja ketika sitinggi besar itu menolakkan kepalanya ketika mereka akan duduk di sisinya tadi. Tak ada orang yang mau kepalanya dipegang begitu saja. Kalau kepala saya tadi yang didorong begitu, nyawa ketiga lelaki itu pasti sudah saya habisi...."
Lelaki tua pemilik kedai itu hanya tersenyum. Dia tahu, lelaki dari Lima Kaum ini hanya besar bual. Padahal tadi dia diam saja ketika dua temannya hampir disunat oleh lelaki tinggi itu.

Tidak ada komentar: