Sang Pengembara

Sang Pengembara
Hilfa Syafputra

Jumat, 20 Agustus 2010

Giring Giring Perak : Episode9 - Nista Rukayah

Kedatangan mereka disambut dengan tempik sorak oleh rombongan yang menantinya dengan cemas. Siti Nilam segera dikerumuni oleh perempuan pempuan yang ikut dalam rombongan itu. Sementara Datuk Sipasan memberikan secangkir kopi panas kepada si Giring- Giring Perak. Kemudian seorang wanita menyendukkan rebus ubi yang dijerangkan di atas unggun api.
Anak muda itu memang sedang lapar. Dia memakan ubi rebus dan meminum kopinya dengan lahap. Tapi tiba-tiba mereka semua tersentak lagi ketika dari arah air terjun terdengar dua perempuan saling berpekikkan.
Semua lelaki menghunus keris dan golok. lalu menghambur ke arah pekik para perempuan tersebut. Air mancur itu terletak sekitar empat puluh depa dari tempat mereka membuat api unggun. Pada subuh yang mulai muncul itu, para perempuan pergi mengambil udhuk ke air terjun. Sesuatu yang menakutkan pasti telah terjadi pula atas diri perempuan-perempuan itu.

Ketika para lelaki itu sampai di sana mereka melihat Si Giring-Giring Perak yang tadi tengah minum kopi, telah berdiri di batu di tepi kolam kecil di bawah air terjun itu. Di tangannya dia masih memegang cangkir kopi. Sementara mulut-nya dia masih mengunyah potongan rebus ubi.Perempuan yang tadi memekik, tegak dengan kaku di atas sebuah batu. Kaum lelaki yang ber-lompatan ke sana, pada mendekat. Si Giring-giring Perak ternyata telah mempergunakan ilmu meringankan tubuhnya. Hingga dia sampai di sana lebih duluan dari yang lain.
"Ada apa...!?" Datuk Sipasan bertanya.
Kedua perempuan yang kini sedang berangkulan saking takutnya itu masih tak bisa bersuara.
Tapi salah seorang menunjuk pada sebuah batu yang berada dalam air.
Beberapa orang melompat untuk melihat. Mereka turun ke air. Lalu mengangkat sebuah benda yang menyebabkan kedua perempuan itu ketakutan.

Seruan-seruan tertahan terdengar dari mulut yang lain ketika benda diangkat itu ternyata seso-sok mayat lelaki. Tak ada bekas luka. Dan nampak-nya lelaki itu baru mati. Mayat itu mereka letakkan di atas batu dekat Datuk Sipasan. Sebelum mereka mengenali mayat itu, seorang perempuan yang datang kemudian berseru:"Hei, dia salah seorang dari penyamun di Bukit Tambun Tulang itu. Dia yang merangkak ke pedati Rukayah....." Perempuan yang bernama Rukayah yang dia sebut itu ternyata salah seorang di antara yang terkejut tadi. Dia bergegas datang. Dan melihat mayat itu. Dan berangnya timbul tiba-tiba. Dia mengambil sebuah batu sebesar kelapa kecil. Kemudian dengan menyumpah-nyumpah, dia memukul kepala mayat itu.
"Kurejam kau... jahanam... jahannam! Ini atas nista yang kau perbuat pada diriku...
jahannam!!'' Perempuan itu menyumpah-nyumpah sambil memukuli mayat tersebut. Datuk Sipasanlah yang akhirnya menenangkannya.
"Tak baik menganiaya mayat. Betapapun juga, dia kini adalah jenazah yang tak berdosa.
� Ruhnya yang berbuat jahat itu telah pergi..."
"Tapi dia telah menistai diriku..." pekik perernpuan itu sambil menangis. Dia teringat lagi betapa lelaki itu sore kemaren menggerayangi tubuhnya yang padat itu. Meremasi dadanya.
Meremasi pinggulnya setelah merenggutkan kainnya. Dia menghimpitnya. Mengingat ini, perempuan itu tiba-tiba melemparkan batu besar itu ke kepala mayat tersebut. Kemudian dia berlari ke pedatinya.

Di sana dia memeluk suaminya yang dalam pertarungan tadi terluka parah. Dia menangis di dada suaminya. Sisuami mengerti nista yang telah menimpa diri isterinya. Dia pegang kepala isterinya itu dan mengelusnya dengan lembut:"Tenanglah Rukayah... tenanglah. Jangan me-nangis juga. Tak ada yang perlu kau sesali...""Tak perlu kau pikirkan. Engkau tetap isteri yang kucintai. Dalam pertempuran banyak hal yang bisa terjadi Rukayah....""Tapi uda akan membenciku... Uda akan meninggalkan aku..." ."Siapa yang mengatakan itu? Aku bangga, engkau melakukan perlawanan. Engkau telah berjuang melawan mereka. Dan aku bersyukur, engkau masih hidup. Engkau tetap ibu dari anakanakku. Aku takkan meninggalkan dirimu. Percayalah Rukayah..."
Perempuan itu menangis lagi di dada suaminya.Sementara itu, di tepi telaga kecil di bawah air terjun Batang Anai tadi kaum lelaki masih mempertanyakan tentang sebab kematian penya-mun tersebut."Dia mati di atas sana. Dan jatuh ke mari bersama air terjun..." Si Giring-Giring Perak berkata perlahan. Semua orang menoleh padanya."Di atas sana masih ada dua bangkai lagi. Yang satu di dalam goa. Yang satu tersangkut di dahan kayu...""Merekakah yang menculik Siti Nilam?" Datuk Sipasan bertanya. Si Giring-Giring Perak meng-angguk. Kemudian berjalan perlahan ke dekat api unggun. Yang lain bubar satu-satu.

Tidak ada komentar: